Perhelatan ini digelar di SMAN 1 Pontianak dan akan dihadiri oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Barat, Rita Hastarita, S.Sos, M.Si, kepala sekolah dan guru serta 200 pelajar dari enam sekolah. Kegiatan ini juga turut disuport oleh Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) dan Borneo Kids - Kampung Dongeng Kalimantan Barat.
Hadirnya buku cerita rakyat Kalimantan Barat Tiga Dara mendapat sambutan hangat dari berbagai pihak.
"Buku ini bagus sekali untuk meningkatkan literasi dan pembelajaran mata pelajaran muatan lokal. Karena kita memang memerlukan buku sejarah yang lokal Kalbar, cerita-cerita rakyat Kalbar, agar anak-anak mengetahui cerita sejarah Kalimantan Barat. Buku ini bagus untuk edukasi pada anak-anak. Kita siap suport," kata Rita Hastarita, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalimantan Barat.
Menurut Rita, buku-buku cerita rakyat lokal sudah sangat sulit ditemui. Bahkan untuk Kalbar sendiri, boleh dibilang sangat kekurangan. Karenanya, kehadiran Buku Tiga Dara sekaligus akan menjawab minimnya keberadaan buku-buku cerita rakyat daerah.
"Buku ini bisa masuk dalam kurikulum muatan lokal atau Mulok. Kita akan ajukan dan perjuangkan untuk bisa menjadi program pendidikan Mulok," ujar Rita.
Dia menilai Buku Tiga Dara dapat menggugah semangat membaca, bukan hanya di literasinya saja, tapi bagaimana generasi muda tahu sejarah, terutama tentang sejarah daerahnya sendiri.
" Saat ini tidak banyak budayawan yang membuat buku, kita khawatir cerita rakyat akan hilang dan anak-anak muda tidak tahu akan dapat dari mana informasi cerita-cerita seperti ini. Coba tanya anak-anak sekarang, Daranante itu siapa. Pasti jawabnya nama jalan. Nah, ini yang harus kita informasikan, cerita Daranante serta asal muasal daerah kita. Buku ini akan kita usahakan menjadi buku pegangan pelajaran Mulok," ujar Rita sembari mengucapkan selamat atas dibukukannya Cerita Rakyat Kalbar, Tiga Dara.
Sementara Kepala Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Barat, Drs Anang Santosa menilai, tidak banyak pesohor yang menggeluti, mengabdikan diri dan berkarir pada banyak bidang, mulai dari pendidikan, jurnalis dan bergiat sebagai aktivis kebudayaan serta seni. "Tiga Dara ini merupakan bukti karya tangan dingin A. Halim R. Sebagai sebuah bacaan, buku ini terasa amat bergizi yang memberi pengayaan dan pemahaman pada cerita fiksi berbalut khazanah kelokalan atau cerita rakyat yang begitu dekat dengan masyarakat Kalimantan Barat," tuturnya.
Buku Cerita Rakyat Kalimantan Barat Tiga Dara yang diceritakan kembali oleh A. Halim R dengan gaya kekinian, diperbanyak oleh perusahaan media Buntat Betuah dengan penerbit Topindo. Sang penulis A Halim adalah seorang tokoh budayawan, penulis, jurnalis, seniman dan pencipta Maskot Kalbar Enggang Gading dan Tengkawang Tungkul.
Buku setebal 245 halaman ini mengangkat cerita rakyat Kalimantan Barat dari Kapuas hingga Melawi. Tiga Dara yang dimaksud dalam buku cerita ini adalah
Dara Nante, Dara Juanti, Dara Muning dan Bukit Kelam.
Terdiri dari empat bab, cerita Buku Tiga Dara dimulai dari Dara Nante, Putri Raja Labay Laway yang berada di pinggiran Sungai Kubu (Simpang Mendawai), sejak awal abad XIV.
Perjalanan sang putri Dara Nante menemukan ayah dari anaknya, digambarkan secara dramatis. Berbekal tampah ia menyusuri Sungai Kubu, memasuki Kapuas, hingga melewati persimpangan sungai, yang awalnya bernama Sukar Lanting (kini Sukalanting) .
Tampah sang putri inilah yang menjadi panduan, hingga bertemu Babay Cinga, ayah dari anaknya yang kemudian dinikahinya, dan mendirikan kerajaan baru bernama Sanga (kini dikenal sebagai Sanggau).
Bab ke dua cerita Dara Juanti pada akhir abad ke 14 hingga tahun-tahun awal abad 15. Dara Juanti putri bungsu Raja Jebair II pendiri Kerajaan Sintang, yang memiliki enam putra dan satu putri.
Ini merupakan kisah heroik Dara Juanti melawan Patih Logender dari Kerajaan Majapahit, untuk membebaskan enam saudaranya yang ditahan Patih Logender yang sakti dan tak terkalahkan.
Bab ke tiga cerita Dara Muning dari hulu Sungai Melawi, yang mendiami rumah adat besar di Nanga (muara) Sungai Serawai. Dara Muning dan Bujang Munang adalah legenda Lingga dan Yoni yang menjadi lambang pemujaan kepercayaan agama Hindu Syiwa.
Kisah Bukit Kelam di bab ke empat, merupakan hikayat Dara Simpan dan Bujang Beji, yang ingin membendung muara Sungai Melawi. Pertaruhan mereka berakhir tragis dan mengharukan. Asal muasal Bukit Kelam, berawal dari cerita cinta berbalut kesombongan.(*/Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar