Lokakarya Penulisan Pengelolaan dan Pelestarian Sumber Daya Alam
PONTIANAK, KP - Meski merupakan negara yang memiliki keragaman tumbuhan dan satwa liar beribu dan beragam namun Indonesia terancam kehilangan banyak tumbuhan dan satwa liar karena berbagai akibat dari tindakan manusia.
Ganjar Krisdiyan, Asissten Manager Community Development Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) mengungkapkan Indonesia memiliki 40.000 spesies tumbuhan, 1.605 spesies burung, 720 spesies mamalia, 385 spesies amfibi, 723 spesies reptil, dan 1.248 spesies ikan.
Sayangnya saat ini 10 persen sampai 29 persen spesies terancam punah, berdasarkan data IUCN tahun 2022.
Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106 Tahun 2018, terdapat 787 jenis satwa darat dan laut, serta 117 tumbuhan yang masuk dalam daftar dilindungi.
Di Kalimantan sendiri, terdapat 7 spesies reptil, 24 mamalia, 170 burung, 4 ikan air tawar, 5 jenis kupu-kupu, dan 35 tumbuhan yang menjadi fokus perlindungan.
Hutan sendiri memiliki manfaat menyediakan udara bersih, menyediakan air, sumber makanan bagi manusia, sumber obat - obatan alami, rumah bagi satwa dan tumbuhan liar.
"Hutan yang di dalamnya ada berbagai jenis satwa liar, tumbuhan, saat ini terancam dikarenakan beberapa faktor, diantaranya alih fungsi hutan, krisis iklim, fragmentasi habibat, kebakaran hutan, lalu berbagai tindak perburuan liar dan perdagangan satwa secara ilegal,'' katanya dalam paparan di depan peserta lokakarya penulisan pengelolaan dan pelestarian sumber daya alam, Sabtu (14/12).Lokakarya ini kerjasama Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK) bersama Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI).
Ganjar memaparkan tiga pilar utama dalam konservasi sumber daya alam hayati yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati, dan pemanfaatan sumber daya alam secara lestari.
Ganjar juga menyoroti fungsi penting hutan rawa gambut dalam menjaga keseimbangan lingkungan.
Pelestarian hutan rawa gambut merupakan langkah strategis dalam mendukung mitigasi perubahan iklim sekaligus menjaga keseimbangan suhu dan kelembapan udara.
"Jika ekosistem ini tidak dijaga dampaknya akan sangat serius bagi masa depan kehidupan, oleh sebab itu, konservasi dengan pendekatan holistik harus dilakukan agar bisa melestarikan alam di Indonesia,'' terang Ganjar yang sehari- harinya berfokus community development YIARI.
Pendekatan Holistik yang ia maksud yakni pendekatan dari berbagai sisi dan dilaksanakan berbagai element masyarakat dan pemerintah, diantanya melalui rehabilitasi satwa, perlindungan habitat dan satwa liar, edukasi dan penyadartahuan masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat.
Marius Marchelius, sekretaris YIARI Kalbar saat membuka lokakarya penulisan mengatakan banyak faktor yang menjadi penyebab rusaknya lingkungan khususnya hutan dua faktor diantaranya ekonomi dan sosial.
Karena kepentingan ekonomi misalnya pembukaan lahan untuk perkebunan sawit berdampak pada kerusakan alam.
"Ini baru satu contoh, masih ada lagi tindakan manusia dengan beralaskan ekonomi merusak habitat hutan," ungkapnya.
Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh tindakan itu sangat luas. Karenanya YIARI berharap bersama media dapat menyuarakan tentang pentingnya konservasi dan perlindungan hewan sehingga dapat dihentikan.
"Media diharapkan ikut membantu YIARI, " tutupnya.(lyn)
PONTIANAK, KP - Meski merupakan negara yang memiliki keragaman tumbuhan dan satwa liar beribu dan beragam namun Indonesia terancam kehilangan banyak tumbuhan dan satwa liar karena berbagai akibat dari tindakan manusia.
YIARI Ketapang bersama kelompok tani menanam di lokasi eks lahan kebakaran hutan di Ketapang, Dok : Yiari |
Ganjar Krisdiyan, Asissten Manager Community Development Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) mengungkapkan Indonesia memiliki 40.000 spesies tumbuhan, 1.605 spesies burung, 720 spesies mamalia, 385 spesies amfibi, 723 spesies reptil, dan 1.248 spesies ikan.
Sayangnya saat ini 10 persen sampai 29 persen spesies terancam punah, berdasarkan data IUCN tahun 2022.
Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106 Tahun 2018, terdapat 787 jenis satwa darat dan laut, serta 117 tumbuhan yang masuk dalam daftar dilindungi.
Di Kalimantan sendiri, terdapat 7 spesies reptil, 24 mamalia, 170 burung, 4 ikan air tawar, 5 jenis kupu-kupu, dan 35 tumbuhan yang menjadi fokus perlindungan.
Hutan sendiri memiliki manfaat menyediakan udara bersih, menyediakan air, sumber makanan bagi manusia, sumber obat - obatan alami, rumah bagi satwa dan tumbuhan liar.
"Hutan yang di dalamnya ada berbagai jenis satwa liar, tumbuhan, saat ini terancam dikarenakan beberapa faktor, diantaranya alih fungsi hutan, krisis iklim, fragmentasi habibat, kebakaran hutan, lalu berbagai tindak perburuan liar dan perdagangan satwa secara ilegal,'' katanya dalam paparan di depan peserta lokakarya penulisan pengelolaan dan pelestarian sumber daya alam, Sabtu (14/12).Lokakarya ini kerjasama Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK) bersama Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI).
Ganjar memaparkan tiga pilar utama dalam konservasi sumber daya alam hayati yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati, dan pemanfaatan sumber daya alam secara lestari.
Ganjar juga menyoroti fungsi penting hutan rawa gambut dalam menjaga keseimbangan lingkungan.
Pelestarian hutan rawa gambut merupakan langkah strategis dalam mendukung mitigasi perubahan iklim sekaligus menjaga keseimbangan suhu dan kelembapan udara.
"Jika ekosistem ini tidak dijaga dampaknya akan sangat serius bagi masa depan kehidupan, oleh sebab itu, konservasi dengan pendekatan holistik harus dilakukan agar bisa melestarikan alam di Indonesia,'' terang Ganjar yang sehari- harinya berfokus community development YIARI.
Pendekatan Holistik yang ia maksud yakni pendekatan dari berbagai sisi dan dilaksanakan berbagai element masyarakat dan pemerintah, diantanya melalui rehabilitasi satwa, perlindungan habitat dan satwa liar, edukasi dan penyadartahuan masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat.
Marius Marchelius, sekretaris YIARI Kalbar saat membuka lokakarya penulisan mengatakan banyak faktor yang menjadi penyebab rusaknya lingkungan khususnya hutan dua faktor diantaranya ekonomi dan sosial.
Karena kepentingan ekonomi misalnya pembukaan lahan untuk perkebunan sawit berdampak pada kerusakan alam.
"Ini baru satu contoh, masih ada lagi tindakan manusia dengan beralaskan ekonomi merusak habitat hutan," ungkapnya.
Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh tindakan itu sangat luas. Karenanya YIARI berharap bersama media dapat menyuarakan tentang pentingnya konservasi dan perlindungan hewan sehingga dapat dihentikan.
"Media diharapkan ikut membantu YIARI, " tutupnya.(lyn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar