Post Top Ad

Kombis

Teknologi

Post Top Ad

KeuanganKombisOJK

OJK Hadirkan Sipelaku dan IASC Untuk Mengatasi Makin Maraknya Penipuan di Sektor Keuangan

JAKARTA, KP - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Sistem Informasi Pelaku di sektor keuangan (Sipelaku) dan Indonesia Anti Scam Center (IASC) yakni Pusat Pelaporan Penipuan Transaksi Keuangan.
 

Peluncuran tersebut dilakukan dalam acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2025 di Jakarta, Selasa, 11 Februari 2025 yang dihadiri ratusan pelaku industri jasa keuangan, serta sejumlah pimpinan kementerian/lembaga.

Sipelaku adalah aplikasi yang memuat informasi rekam jejak pelaku pada lingkup sektor jasa keuangan yang dikelola oleh OJK, untuk mendukung peningkatan integritas di sektor jasa keuangan.

Aplikasi Sipelaku memuat informasi rekam jejak di antaranya profil pelaku, riwayat alamat, riwayat pekerjaan dan riwayat fraud. Data dan atau informasi yang dimuat pada Sipelaku bersumber dari Laporan Penerapan Strategi Anti Fraud (SAF) yang disampaikan oleh Lembaga Jasa Keuangan (LJK) kepada OJK, sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 12 Tahun 2024 tentang Penerapan Strategi Anti Fraud Bagi Lembaga Jasa Keuangan dan data dan/atau informasi yang ditetapkan oleh OJK.

Ketua Dewan Komisioer OJK, Mahendra Siregar mengungkapkan, peluncuran Sipelaku bertujuan untuk mencegah terjadinya fraud dan kejahatan keuangan di industri sektor jasa keuangan (SJK) dengan meminimalisir kerugian dari terjadinya fraud.

“Melalui Sipelaku, OJK akan memperoleh data dari berbagai negara, terkait para pelaku yang pernah melakukan kejahatan maupun fraud pada waktu lalu dalam satu sistem database,” jelas Mahendra.

Melalui database tersebut, dapat diakses oleh seluruh industri jasa keuangan, agar mereka waspada dan tidak memberikan akses ataupun pelayanan kepada mereka yang masuk di dalam daftar Sipelaku.

Sementara itu, IASC didirikan OJK bersama anggota Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) yang didukung oleh asosiasi di industri jasa keuangan untuk penanganan penipuan (scam) yang terjadi di sektor keuangan secara cepat dan berefek-jera.

“Pembentukan IASC bertujuan untuk mempercepat koordinasi antar-penyedia jasa keuangan dalam penanganan laporan penipuan dengan melakukan penundaan transaksi dan pemblokiran rekening terkait penipuan, kemudian melakukan identifikasi para pihak yang terkait penipuan, mengupayakan pengembalian dana korban yang masih tersisa, dan melakukan upaya penindakan hukum,” kata Mahendra.

Ia menyampaikan, bahwa pembentukan forum koordinasi ini dilakukan untuk merespons makin maraknya penipuan di sektor keuangan yang terjadi saat ini dan semakin besarnya nominal dana korban yang hilang.

Saat ini IASC telah didukung oleh asosiasi industri perbankan, penyedia sistem pembayaran, dan e-commerce.

Diungkapkannya, dalam upaya pemberantasan kegiatan keuangan ilegal, sejak 1 Januari 2024 hingga 31 Januari 2025, OJK telah menerima 16.610 pengaduan terkait entitas ilegal. Dari total tersebut, 15.477 pengaduan mengenai pinjaman online ilegal dan 1.133 pengaduan terkait investasi ilegal.

Dalam rangka penegakan ketentuan pelindungan konsumen, melalui Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI), sejak 1 Januari 2024 hingga 24 Januari 2025, OJK telah menemukan dan menghentikan 3.517 entitas pinjaman online ilegal dan 519 penawaran investasi ilegal di sejumlah situs dan aplikasi yang berpotensi merugikan masyarakat.

OJk juga telah menerima informasi 117 rekening bank atau virtual account yang dilaporkan, terkait dengan aktivitas keuangan ilegal yang telah dimintakan pemblokiran melalui satuan kerja pengawas bank untuk memerintahkan bank terkait melakukan pemblokiran.

Satgas PASTI juga menemukan nomor kontak pihak penagih (debt collector) pinjaman online ilegal dan telah mengajukan pemblokiran terhadap 1.330 nomor kontak kepada Kementerian Komunikasi dan Digital RI.

Jumlah rekening terkait penipuan yang dilaporkan sebanyak 70.390. Dari jumlah rekening tersebut, sejumlah 19.980 telah dilakukan pemblokiran (28 persen). Adapun jumlah kerugian dana yang dilaporkan korban sebesar Rp 700,2 miliar dan jumlah dana korban yang telah diblokir sebesar Rp106,8 miliar.

“IASC akan terus meningkatkan kapasitasnya mempercepat penanganan kasus penipuan di sektor keuangan,” tegas Mahendra.(*/Red)

Baca Juga

Post Top Ad