Post Top Ad

Kombis

Teknologi

Post Top Ad

KorupsiMangkrakNasionalPLN

Korupsi PLTU 1 Kalbar: Mangkrak Sejak 2016, Negara Rugi Rp 1,2 Triliun

JAKARTA, KP – Kasus dugaan korupsi di tubuh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) kembali mencuat. Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri tengah menyelidiki sejumlah kasus korupsi yang melibatkan perusahaan pelat merah ini, salah satunya adalah proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat di Kabupaten Mempawah yang mangkrak dan merugikan negara hingga Rp 1,2 triliun.

Wakil Kepala Kortastipidkor Polri, Brigjen Arief Adiharsa, mengonfirmasi bahwa kasus dugaan korupsi di PLN masih dalam tahap penyelidikan. "Pengusutan kasus masih tahap awal. Masih dalam penyelidikan, ya," ujarnya, dikutip dari situs Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Selasa (4/3).

Polisi telah memeriksa sejumlah pejabat PLN Pusat pada Senin (3/3) untuk dimintai keterangan terkait tiga dugaan kasus korupsi di PLN. Namun, Arief belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai hasil pemeriksaan tersebut.

Proyek Mangkrak Sejak 2016

PLTU 1 Kalbar dimulai pada tahun 2008 dengan proyek pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 2 x 50 MW. Lelang proyek ini dimenangkan oleh Konsorsium KSO BRN, meski diduga tidak memenuhi persyaratan. Kontrak proyek senilai USD 80 juta dan Rp 507 miliar (sekitar Rp 1,2 triliun) ditandatangani pada 2009.

Namun, dalam perjalanannya, PT BRN mengalihkan pengerjaan proyek kepada pihak ketiga, yakni PT PI dan QJPSE dari Tiongkok. Sayangnya, pembangunan tak kunjung rampung hingga akhirnya proyek ini mangkrak sejak 2016.

Menanggapi penyelidikan ini, Juru Bicara Kementerian BUMN, Putri Viola, menyatakan bahwa pihaknya menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada aparat penegak hukum. "Kami akan serahkan kepada pihak berwenang. Kalaupun memang ada temuan, silakan ditindaklanjuti. Kami mendukung apapun upaya hukum yang dilakukan," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (6/3).

Korupsi BUMN yang Terus Berulang

Kasus di PLN ini menambah daftar panjang skandal korupsi di perusahaan-perusahaan milik negara. Sebelumnya, Kejaksaan Agung juga tengah mengusut dugaan korupsi di PT Pertamina Patra Niaga, yang disebut menyebabkan kerugian negara hingga Rp 193,7 triliun per tahun selama lima tahun terakhir. Total kerugian akibat kasus ini bahkan mencapai hampir Rp 1.000 triliun.

Korupsi di sektor kelistrikan tidak hanya merugikan negara, tetapi juga berdampak langsung pada masyarakat. Warga mengeluhkan pemadaman listrik mendadak yang merusak peralatan elektronik mereka. "Kami sebagai pelanggan PLN selalu membayar listrik tepat waktu. Tapi kalau telat sedikit saja, listrik langsung diputus. Sementara, kalau ada kerusakan akibat pemadaman, PLN seolah tutup mata," ujar Murhadi Sastrawan, warga Pontianak.

Sementara itu, Direktur Kajian Politik Nasional (KPN), Adib Miftahul, menilai bahwa jargon "AKHLAK" (Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif) yang diusung BUMN hanyalah pencitraan. "Jargon ini hanya menjadi semboyan tanpa implementasi nyata," tegasnya.

Pengamat BUMN, Herry Gunawan, juga menyoroti lemahnya moralitas dan tata kelola perusahaan negara. Senada, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) UGM, Zaenur Rohman, menilai bahwa budaya korupsi di BUMN sudah mengakar. "Pergantian pemerintahan, menteri, dan direksi tidak cukup untuk menghilangkan akar permasalahan korupsi di BUMN," katanya.

Dengan semakin banyaknya kasus korupsi yang terungkap, publik berharap aparat penegak hukum bisa mengusut tuntas dan menindak tegas para pelaku. Selain itu, masyarakat juga menuntut perbaikan tata kelola perusahaan negara agar kasus serupa tidak terus berulang.(*/Red) 

Baca Juga

Post Top Ad